Selamat Datang | Sugeng Rawuh | Wilujeng Sumping | Selamet Dheteng | Rahajeng Rauh | Salamaik Datang | Horas | Mejuah-Juah | Nakavamo | Slamate Iyoma | Slamate Illai | Pulih Rawuh | Maimo Lubat

Sunday, May 04, 2008

Densus 88 vs Guru SMA


Melihat judul dalam tulisan ini sungguh seperti David vs Goliath. Sangat tidak sebanding mulai dari kemampuan fisik maupun kemampuan lain sebagainya. Pertanyaan besarnya adalah kenapa Densus 88 bisa kontra dengan guru SMA? jawabannya adalah sebagai berikut:
Di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara secara mengejutkan Kepolisian Resor Deli Serdang menetapkan 16 guru dan seorang kepala Sekolah Menengah Atas Negeri Lubuk Pakam 2 sebagai tersangka pelaku kecurangan UN Rabu siang. Mereka kedapatan membetulkan jawaban soal ujian siswa di sekolahnya. Penetapan sebagai tersangka itu dilakukan setelah Detasemen Khusus 88 Polda Sumut memergoki mereka membetulkan jawaban siswa (courtesy kompas.com/densus 88 tangkap 16 guru dan seorang kepsek, Kamis, 24 April 2008)

Menurut Prof Dr Belferik Manulang, pakar pendidikan Universitas Negeri Medan, "Hal ini bisa membuat sistem pengawasan ujian nasional amburadul. Densus bisa menangani persoalan apapun, di luar terorisme. Padahal dalam prosedur pengawasan sudah ada tim pemantau independen. Jika tim itu tidak bekerja maksimal, bukan menggantinya dengan Densus 88, tetapi mengevaluasi kerja mereka. (courtesy kompas.com/penangkapan densus 88 dinilai berlebihan, Sabtu, 26 April 2008).

Dari pihak Densus 88, Wakil Kepala Densus 88 Polda Sumut Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Ricky F Wakanno mengatakan penangkapan itu dilakukan karena laporan warga. Setelah warga memberikan informasi, katanya, tim Densus berunding sebelum memutuskan menangkap para guru di sekolahnya. "Kami meneruskan laporan masyarakat. Kebetulan daerah operasi kami saat itu berada di sekitar daerah itu," tutur Ricky.

Menurut dia, penangkapan ini tidak menyalahi prosedur apapun. Pelaku kecurangan itu telah membocorkan rahasia negara yang bisa diancam hukuman pidana. Tim Densus selanjutnya bekerjasama dengan Polres Deli Serdang untuk menyelidiki kasus ini (courtesy kompas.com/penangkapan densus 88 dinilai berlebihan, Sabtu, 26 April 2008).

Nanti dulu, prosedur apa yang dimaksudkan oleh Wakil Kepala Densus 88 tersebut? dalam prosedur operasi standar (POS) yang dikeluarkan Badan Standarisasi Pendidikan Nasional (BSPN) tentang UNAS, jangankan densus antiteror 88, polisi saja (polisi reguler tentunya) tidak diperkenankan menggunakan seragam polisi, apalagi pasukan teror bersenjatakan lengkap. Sangat mengganggu konsentrasi dan mental siswa dalam mengerjakan soal ujian. Itu baru berdasarkan POS BSPN, kemudian prosedur dalam artian penangkapan dan lingkup kerja. Menurut Wakil Kepala Densus 88 Sumatera Utara, guru dan Kepsek yang ditangkap karena tersangka disangka membocorkan rahasia negara. Apakah setiap rahasia, walaupun tidak membahayakan negara dan kepala negara memerlukan penanganan densus 88? tidak, tentunya. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai Negeri Sipil, itupun bersifat rahasia negara, apakah seandainya seseorang mengetahui DP3 pegawai lain tanpa sepengetahuan pegawai yang bersangkutan dapat dianggap membocorkan rahasia negara dan diperlukan tindakan densus 88? sungguh disayangkan kiranya tindakan yang diambil oleh Kepolisian dalam menangani permasalahan sekecil ini.

Berbicara tentang kewenangan, seandainya itu adalah merupakan rahasia negara yang harus benar-benar dijaga kerahasiaannya, seharusnya BIN juga punya wewenang untuk mengambil tindakan, bukan densus 88. Setidaknya secara garis koordinasi seperti itu.

Densus 88, atau nama resminya adalah Detasemen Khusus 88 atau Delta 88 merupakan satuan khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk penanggulangan teroris di Indonesia. Detasemen 88 dirancang sebagai unit antiteroris yang memiliki kemampuan mengatasi gangguan teroris mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan. Satuan ini diresmikan oleh Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Firman Gani pada tanggal 26 Agustus 2004. Detasemen 88 yang awalnya beranggotakan 75 orang ini dipimpin oleh Ajun Komisaris Besar Polisi Tito Karnavian yang pernah mendapat pelatihan di beberapa negara.

Sejak awal berdirinya, detasemen ini boleh dikatakan cukup kontroversial, mulai dari sumber pendanaan dan maksud tujuan dibentuknya detasemen ini. Berdasarkan dokumen Human Rights Watch tentang Counter Terorism yang dilakukan Amerika Serikat, pembentukan Densus 88 di Indonesia didanai Amerika Serikat sebesar 16 Juta Dolar Amerika, dan sebelumnya, pada tahun 2001 POLRI telah mendapat dana untuk penanganan terorisme sebesar 10 Juta Dolar Amerika. (Courtesy swaramuslim.com, 27 Juni 2007).

Detasemen ini memiliki kerancuan pula dalam hal fungsi dan kerjanya, Gegana sebagai pendahulunya memiliki tugas dan fungsi yang identik. Bahkan densus 88, keanggotaannya juga kebanyakan berasal dari tim Gegana. Detasemen Gegana atau biasa disingkat Gegana adalah bagian dari Kepolisian Indonesia (Polri), sama halnya dengan Densus 88. Pasukan ini mulai ada sejak tahun 1976, meski ketika itu baru berupa detasemen. Baru pada tahun 1995, dengan adanya pengembangan validasi Brimob bahwa kesatuan ini harus memiliki resimen, Detasemen Gegana lalu ditingkatkan menjadi satu resimen tersendiri, yakni Resimen II Brimob. Sementara Resimen I adalah resimen pembentukan dari anggota-anggota Brimob yang berkualifikasi pelopor. Demikian pula Resimen III. Perubahan tersebut berdasarkan Skep Kapolri Nomor 10 tentang pengembangan organisasi Brimob tahun 1995. Gegana memiliki beberapa tugas utama, yaitu: Mengatasi Teror, Perlindungan VIP / VVIP, SAR (search and rescue), Parakomando dan Anti Gerilya, Jihandak (penjinakan bahan peledak)

Di dalam bidang apapun, Indonesia dikenal terlalu banyak menghamburkan sumber dana dan sumber daya. Anggap saja pendanaan untuk membuat Densus 88 dibiayai Amerika Serikat (walaupun hal inipun secara resmi ditolak oleh Ketua Satuan Densus 88), akan tetapi persenjataan dan perlengkapan detasemen ini memiliki standar perawatan yang cukup mahal. Kenapa Indonesia tidak mengoptimalkan kinerja Gegana saja, daripada memiliki satuan khusus yang tumpang tindih dalam hal tugas dan fungsinya. Akhirnya, guru SMA disamakan dengan teroris, karena Densus 88 cukup lelah untuk berdiam diri menunggu aksi melawan teroris. Alasan apapun yang dipakai, pengerahan Densus 88 untuk mengatasi guru yang mengganti jawaban ujian nasional tidak pernah dibenarkan.

0 komentar:

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes