Selamat Datang | Sugeng Rawuh | Wilujeng Sumping | Selamet Dheteng | Rahajeng Rauh | Salamaik Datang | Horas | Mejuah-Juah | Nakavamo | Slamate Iyoma | Slamate Illai | Pulih Rawuh | Maimo Lubat

Wednesday, July 27, 2011

Selamat Jalan Prof, maafkan kami semua

“Mana yang lain”, itulah kalimat pertama yang keluar dari bibirnya dengan logat Sunda yang kental mengawali sebuah perkuliahan pada suatu siang di pertengahan bulan Oktober hampir dua tahun yang lalu. Sang pemilik suara adalah sang penguasa kelas mata kuliah Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia, Guru Besar (emiritius), Prof. Dr. H. Pontang Moerad, BM. SH.
Kesan jutek dan tidak bersahabat, itulah yang menghinggapi kami ketika pertemuan pertama kelas itu. Namun, kesan pertama menentukan segalanya tidak selamanya benar, setidaknya dalam hal ini. Karena sang Guru Besar  tidak selamanya jutek dan tidak selamanya pula tidak bersahabat, karena terkadang beliau bisa menjadi ayah yang sangat baik buat anak-anaknya, walaupun terkadang bisa menjadi ayah yang sangat tegas pula pada anak-anaknya.
Kami tidak pernah tahu, apa kepanjangan dari “BM” pada nama belakangnya sebelum gelar Sarjana Hukum itu, sampai kemarin saya membaca berita di situs resmi Unpad, bahwa sang guru besar telah berpulang. Kamipun tidak pernah tahu, darimanakah beliau berasal, karena selalu memberikan tebakan bagi kami, “bapak orang mana?”, seisi kelas menebak, dan beliau hanya menjawab, “dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”, sampai kemarin saya membaca, bahwa BM adalah kependekan dari Bastaman Mangkuwinata yang menegaskan, bahwa beliau berdarah Sunda.
Banyak hal yang kita ingat dari beliau, gurauan-gurauan tidak terduga disaat kelas sedang dalam titik tegang, disaat suhu kelas meningkat karena ketidaksanggupan kami menjawab setiap pertanyaan yang diajukan sampai akhirnya muncul pertanyaan yang menjadi jargon angkatan kami, “ini Fakultas Hukum bukan? Masa pertanyaan kaya begitu saja tidak bisa jawab?”. Duh guru, maafkan kami, tidak mampu kami mengimbangimu.
Pertemuan terakhir saya dengan sang Guru Besar pada saat saya meminta sebuah kata pengantar untuk buku yang sedang saya tulis. Beliau membaca, beliau setuju, beliau memberikan tanda tangan wujud persetujuannya dan mendorong untuk segera diterbitkan. Kalimat terakhir yang diucapkan beliau ke saya adalah, “cepetan sekolah lagi, jangan lama-lama, otak tidak akan semakin tumpul jika semakin sering digunakan”.
Maaf Prof, belum sempat saya mengucapkan terima kasih untuk semuanya, belum sempat saya memohon maaf untuk kesalahan yang saya buat sengaja ataupun khilaf selama menjadi murid Prof, dan belum sempat buku itu saya terbitkan dan memberikannya satu untuk Prof sebagai sedikit kenang-kenangan, bahwa nama Prof akan selamanya melekat dalam buku itu kelak.
Maafkan saya, maafkan kami murid-muridmu, selamat Jalan Prof, semoga ilmu yang telah engkau berikan kepada kami menjadi royalty pahala selamanya. Ameen.

0 komentar:

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes